
Pergantian tahun 2025 ke 2026 tinggal hitungan hari. Bagi banyak orang, momen ini identik dengan hitung mundur, kembang api, terompet, pesta, dan begadang semalam suntuk. Namun, bagi sebagian lainnya, pergantian tahun justru menjadi waktu yang sunyi—waktu untuk berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: sudah sejauh apa amal kita berjalan?
Jika hidup dimaknai sebagai ladang menanam kebaikan, maka setiap hari—termasuk pergantian tahun—sejatinya adalah kesempatan untuk evaluasi. Bukan sekadar menghitung pencapaian duniawi, tetapi juga menimbang kualitas iman dan ibadah. Dengan sudut pandang ini, malam tahun baru tak ubahnya malam biasa. Tak perlu hitung mundur ke pukul 00.00, pesta kembang api, meniup terompet, atau ikut larut dalam euforia yang sering kali berujung hura-hura tanpa makna.
Zaman memang terus berubah. Teknologi berkembang pesat, menghadirkan kemudahan luar biasa. Internet dan ponsel pintar mengubah cara manusia berkomunikasi, bekerja, berbisnis, hingga bersilaturahim. Namun, di balik kemudahan itu, terselip sisi gelap yang tak bisa diabaikan. Ponsel yang sama bisa menjadi pintu masuk pinjaman online, judi online, pornografi, hingga pergaulan bebas. Dari sekadar “iseng scrolling”, seseorang bisa terjerumus pada lingkaran maksiat yang panjang.
Rasulullah SAW telah mengingatkan bahwa zaman akan terus memburuk jika manusia tak menjaga dirinya.
لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ. رواه البخاري
Tidak datang satu zaman kecuali zaman sesudahnya lebih buruk daripada zaman sebelumnya. (HR. Bukhari).
Peringatan ini terasa kian nyata hari ini. Norma bergeser, adab memudar, dan batas halal-haram kian kabur.
Dahulu, anak-anak dikenal takzim kepada orang tua dan guru. Kini, berita tentang anak melawan orang tua atau murid menyakiti guru menjadi sesuatu yang memilukan namun nyata. Nilai “guru digugu lan ditiru” seakan kehilangan maknanya. Bahkan, sebagian figur yang seharusnya menjadi teladan justru berubah menjadi peringatan.
Benarlah yang disebutkan dalam hadits, umat Islam selangkah demi selangkah akan mengikuti jejak nonmuslim. Perhatikan hadits-hadits dibawah ini:
Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ ؟ فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ. رواه البخاري
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.”
Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah-Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” , beliau menjawab, “selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari)
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ : فَمَنْ . رواه مسلم
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”* (HR. Muslim).
Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ. رواه أبوداود
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا. رواه الترمذي
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi).
Sabda Rasulullah SAW di atas sudah terbukti, kita jumpai dari tahun ke tahun semakin banyak orang Islam yang tasyabbuh, seperti pada saat perayaan tahun baru menghambur-hamburkan uang dengan membakar petasan, membakar kembang api, berpesta, minum minuman keras, narkoba, bahkan seks bebas pun dilakukan tanpa merasa berdosa.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا. إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ. الإسراء ٢٦–٢٧
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27).
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيْلاً.الإسراء
Artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji (dosa besar) Dan suatu jalan (perbuatan) yang sangat buruk.” (QS. Al-Isra: 32).
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللّٰهِ . رواه الحاكم
Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung/negeri maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri. (HR. Al-Hakim)
Hal ini jangan sampai terjadi pada generasi penerus kita, yang akan menerima tongkat estafet pelestarian. Maka dari itu perlu kita berikan perhatian khusus bagi muda-mudi kita di malam tahun baru ini agar terhindar dari segala pelanggaran dan kemaksiatan.
Maka, malam tahun baru sejatinya bisa diisi dengan cara yang lebih bermakna. Bukan larangan untuk berkumpul, tetapi mengarahkannya pada kegiatan positif: pengajian, doa bersama, makan sederhana penuh keakraban, atau refleksi diri. Tanpa tasyabbuh, tanpa hura-hura, tanpa melanggar nilai agama.
Generasi muda adalah estafet masa depan. Mereka perlu dijaga, diarahkan, dan dikuatkan. Malam pergantian tahun bisa menjadi momen mendidik, bukan merayakan. Sebab, sejatinya bukan tahun yang perlu dirayakan—melainkan iman yang perlu dikuatkan, dan amal yang perlu ditingkatkan.
LDII Daerah Istimewa Yogyakarta Selamat Datang di Website Resmi LDII Daerah Istimewa Yogyakarta